Rabu, 23 Desember 2009

siapa Niccolo Machiavelli ?



Niccolo Machiavelli (1469 – 1527) dilahirkan di Florence, Italia. Ia merupakan salah satu filusuf yang terkenal karena pemikirannya tentang politik dan kekuasaan. Bagi beberapa filsuf lain, kuasa juga dianggap selalu asimetris: yang kuatlah yang selalu menentukan segala hal. Plato, misalnya, menunjukkan tentangannya akan hal ini – dalam dialognya dengan Trasymachus – yang menyatakan bahwa “keadilan adalah kepentingan orang yang lebih kuat. Dan Thucydides pernah juga menyebutkan bahwa dalam relasi antarnegara “yang kuat akan melakukan apapun yang bisa mereka lakukan, sementara yang lemah akan menanggung apapun yang mesti mereka derita.
Kuasa yang selalu bersifat asimetris juga dipandang oleh filusuf Robert McIver dalam bukunya: The Web of Government (1961) Menurutnya kekuasaan selalu berbentuk piramida karena kenyataan bahwa kekuasaan satu pihak selalu lebih besar dibanding pihak lain, hal mana berarti bahwa pihak yang satu lebih kuat dengan jalan mensubordinasikan kekuasaan pihak lain. Bentuk piramida kekuasaan menurut McIver ini menunjukkan bahwa golongan yang berkuasa (dan yang memerintah) relatif selalu lebih kecil jumlahnya daripada golongan yang dikuasai (dan yang diperintah): the many are ruled by the few.
Tidak jauh dari pemikiran filusuf lain, Pemikiran Machiavelli muncul ketika ia dituduh berkomplot melawan penguasa Medici pada saat itu dan disiksa. Karena bersikeras dirinya tak bersalah, ahirnya Machiavelli dibebaskan. Setelah masa pembebasan, ia mulai menulis karya-karya di antaranya Il Principle (The Prince), The Discourse Upon The First Ten Books of Titus Livius, The Art of War, A History of Florence, dan Le Mandragola. Dan di antara semua karyanya itu, The Prince (Sang Raja) adalah yang paling diingat orang karena isinya dianggap melegalkan tipu muslihat, kelicikan, dusta, serta kekejaman dalam menggapai kekuasaan. Dalam bukunya digambarkan kekuasaan seorang raja yang absolut dengan kekuasaan tidak terbatas terhadap suatu negara, termasuk harta dan rakyat yang berada dalam wilayah kekuasaannya.Sebagai contoh, Machiavelli menulis

“… Membunuh sahabat seperjuangan, mengkhianati teman-teman sendiri, tidak memiliki iman, tidak memiliki rasa kasihan dan tidak memiliki agama; kesemua hal ini tidak dapat digolongkan sebagai tindakan yang bermoral, namun dapat memberikan kekuatan…”

“… Manusia tidak segan-segan (lebih) membela orang yang mereka takuti dibanding yang mereka cintai. Karena cinta diikat oleh rantai kewajiban … Pada saat manusia telah mendapatkan apa yang diinginkannya, rantai tersebut akan putus. (Sebaliknya) rasa takut tidak akan pernah gagal…”
Ajaran Machiavelli sangat berpengaruh di Eropa sebelum Revolusi Prancis. Ajarannya berkembang di Eropa sekitar abad ke-17 dan dianut oleh raja – raja dari Eropa. Selain itu juga terkenal kata-kata dari Machiavelli adalah “ pemimpin harus ditakuti, bukan dicintai”. Karena dalam dunia politik, ketakutan akan menyebabkan kepatuhan terhadap pemimpin, walaupun dalam keadaan terpaksa. Sedangkan kecintaan selain menyebabkan kepatuhan juga menyebabkan pemberontakan. Tak diragukan lagi, pemikirannya yang cemerlang tentang politik dan kekuasaan. menyebabkan hampir semua pemimpin di dunia pernah membaca buku The Prince. Kabarnya, Napoleon selalu tidur dengan buku ini berada di bawah bantalnya. Begitu pula dengan Raja Frederick, Tsar Peter Yang Agung, Joseph II, Adolf Hitler, Bennito Mussolini, Lenin, dan Stalin. Michael H. Hart pun menjuluki buku ini sebagai “Buku Pedoman Para Diktator”.








1 komentar: