Rabu, 23 Desember 2009

Lunturnya Nilai Magis di Pesarean Mbah Langgi

Pertama kali kita mengunjungi suatu tempat yang terletak di pojok Desa Mulyoharjo, tentu kita akan melihat dan merasakan suatu keadaan yang aneh. Di antara pohon yang besar terdapat sebuah bangunan rumah kuno kecil yang tidak terawat dengan pintu yang selalu tertutup.
Itu bukan rumah seorang warga atau gubuk di sawah, melainkan sebuah pesarean (makam). Mbah Langgi, itulah nama yang diberikan oleh masyarakat setempat untuk menyebut tokoh yang tidak banyak diketahui sejarah hidupnya ini. Konon, dia adalah salah seorang yang juga melakukan perlawanan terhadap Pemerintah Belanda. Tidak jelas kapan masa hidupnya, apakah pada masa VOC, politik konservatif, politik liberal atau politik ethis. Tapi yang jelas cerita yang beredar di masyarakat setempat dia hidup pada masa Belanda.
Masih menurut cerita, Mbah Langgi adalah seorang yang gemar memelihara binatang. Oleh karena itu, pada saat dirinya ditangkap oleh Belanda, tidak luput, hewan peliharaannya juga ikut dibawa. Masyarakat masih percaya bahwa setiap setelah Maghrib ada harimau yang menjaga makam Mbah Langgi. Khususnya adalah pada saat malam Jum’at kliwon. Harimau tersebut adalah salah satu hewan peliharaan Mbah Langgi. Wujud harimau yang dipercaya masyarakat tersebut kadang tampak oleh mata dan kadang tidak.
Desa Mulyoharjo merupakan sebuah desa yang secara administratif masuk Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara. Secara geografis letaknya berada pada bagian Timur Kecamatan Bangsri. Karena dianggap magis (keramat) oleh masyarakat setempat, maka setiap kali ada masyarakat yang hendak melaksanakan suatu acara (hajat), misalnya khitanan atau pernikahan, mereka harus mengunjungi (berziarah) ke tempat tersebut. Mereka percaya setelah berziarah, hajat (keinginan) mereka akan terkabul. Kurang afdhal (utama) bagi masyarakat Mulyoharjo apabila melaksanakan suatu hajat tanpa berziarah terlebih dahulu ke makam Mbah Langgi.
Masyarakat Mulyoharjo memiliki mata pencaharian yang beragam. Misalnya buruh tani, meubel, pedagang, penyedia jasa dan lain sebagainya. Namun dari berbagai mata pencahrian tersebut, masyarakat di sana dapat digolongkan tingkat perekonomiannya masih menengah ke bawah.
Seiring dengan perkembangan zaman, terutama dengan pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek), kepercayaan masyarakat mulai tergerus oleh zaman. Kini jarang ditemui adanya ritual yang dilakukan oleh masyarakat setempat untuk ngalap (mendapatkan) berkah di pesarean Mbah Langgi. Sempat pada tahun 2003 diperingati khaul (satu tahun) Mbah Langgi. Setelah itu belum pernah ada peringatan khaul serupa. Mungkin khaul tersebut untuk yang pertama dan terakhir kalinya.
Belum diketahui siapakah sebenarnya sosok Mbah Langgi. Apakah dia seorang ulama’, pejabat, atau seorang yang membuka tanah di Desa Mulyoharjo. Karena minimnya transformsi cerita Mbah Langgi dari generasi ke generasi, membuat kisah Mbah Langgi seakan terputus sejarahnya. Tidak jarang banyak generasi muda desa setempat yang tidak mengetahui siapa itu Mbah Langgi.
Walaupun ritual berziarah ke pesarean Mbah Langgi sudah sedikit luntur tergerus oleh waktu, namun kepercayaan adanya harimau yang menjaga pesarean tersebut masih tetap dipercaya oleh masyarakat setempat, termasuk generasi muda. Walaupun mereka tidak mengetahui siapa itu sosok Mbah Langgi itu, namun kepercayaan akan harimau tersebut tertanam di dalam diri mereka.
Ini bukan berarti kepercayaan akan harimau tidak bisa luntur seperti kepercayaan berziarah sebelum melakukan suatu hajat. Luntur atau tidaknya ritual atau kepercayaan di Desa Mulyoharjo sangat tergantung dari cerita yang berkembang di masyarakat (foklor). Banyak generasi yang tidak mempercayai nilai magis di pesarean Mbah Langgi bukan faktor Iptek satu-satunya. Masih ada faktor lain yang lebih penting yaitu tidak adanya penceritaan atau pengajaran tentang Mbah Lnggi dari generasi ke generasi. Selain itu juga tidak ada yang menuliskan sebuah foklor menjadi sebuah sejarah.
Kini rumah kecil yang berada di antara pohon besar masih terlihat angker. Di siang hari ada sebagian warga yang mencuci di sungai atau mengambil kayu di komplek pesarean. Pada saat malam hari hanya ada sebuah lampu yang meneranginya. Suara aliran sungai yang berada di bawah komplek pesarean pun terdengar dengan jelas. Suasana seperti inilah yang membuat pesarean Mbah Langgi terlihat angker.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar