Rabu, 23 Desember 2009

Kritik Sosial di Bulan Ramadhan

“Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah...” (al hadits)
Mungkin karena mengetahui dalil di atas orang selalu bermalas-malas untuk beraktifitas di bulan Ramadhan. Padahal tidak semudah itu untuk menafsirkan sebuah ungkapan. Apalagi ungkapan tersebut adalah sebuah hadits yang merupakan sumber kedua setelah Al Qur’an.
Bisa kita lihat dengan jelas bagaimana aktifitas seseorang semakin berkurang ketrika datang bulan Ramadhan. Contoh paling kongrit adalah kehidupan di perkantoran. Setiap kali datang bulan Ramadhan, baik itu kantor swasta maupun negri hampir selalu ada saja jam khusus bulan Ramadhan. Kalau biasanya mereka masuk pada pukul 07.30 WIB, kini selama Ramadhan mereka bisa masuk pada pukul 08.00 WIB. Begitu juga dengan waktu pulang kantor yang tidak luput dari potongan waktu.
Dengan bonus waktu 30 menit tersebut, kebanyakan mereka yang berkerja di kantor tidak memanfaatkan waktu tersebut untuk hal-hal yang bermanfaat. Paling bonus waktu tersebut digunakan untuk mengamalkan hadits di atas yaitu “tidur”. Dengan berbagai alasan, mereka berusaha membela diri agar tidur mereka menjadi ibadah. Daripada bangun tapi ngrasani (ghibah), kan lebih baik tidur saja.
Mengapa alasannya selalu ghibah. Apakah orang tersebut beraktifitas untuk ghibah. Apakah tidak ada pekerjaan lain selain ghibah. Jawaban tersebut biasanya dilontarkan oleh orang-orang yang malas untuk bangun. Suasana yang tepat dengan kondisi seperti itu – malas bangun- adalah dengan lagu almarhum Mbah Surip yang populer yaitu “Bangun tidur”.
Potongan waktu per tiga puluh menit tersebut baru untuk satu pekerja saja. Kita bisa menghitung berapa jumlah kantor yang ada di Indonesia, dan berapa jumlah pekerja. Dengan jumlah tersebut berapa waktu yang harus terpotong untuk berkerja.
Ada juga plesetan yang memutar balik seratus delapan puluh derajat hadits di atas. Bunyi hadits di atas adalah, “ tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah.” Oleh orang yang sok ahli filsafat logika, hadits tersebut ditafsirkan menjadi “Ibadahnya orang yang berpuasa adalah tidur”.
Tentunya tidak seperti itu penafsirannya. Padahal mudah saja untuk menafsirkan hadits di atas. Kalau orang yang berpuasa tidur saja sudah dianggap suatu nilai ibadah, bagaimana dengan yang beribadah. Tentu keutamaannya semakin lebih besar.
Selanjutnya ibadah mana yang harus kita pilih. Apakah hanya shalat, Dzikir, Shodaqoh, dan sebagainya. Mungkin karena terlalu banyak pilihannya itulah kita semua menjadi bingung. Sebagai seorang yang berkerja, baik itu di kantor, pasar, atau di tempat lain pun bisa beribadah dengan mudah.
Dengan pekerjaan yang digeluti pun kita masih bisa beribadah. Tergantung niat kita, untuk apa kita berkerja. Seandainya niat kita untuk hal yang bermanfaat untuk orang lain tentunya setiap gerak kita dalam berkerja akan mendapatkan pahala.
Bulan perjuangan
Tidak seharusnya di akhir bulan yang penuh dengan keberkahan kita sia-siakan, apalagi untuk tidur. Begitu banyak dalil yang memerintahkan manusia untuk selalu dinamis. Apa masih kurang dengan begitu banyaknya dalil?
Perang Badar dilakukan oleh Rosullullah terjadi pada saat bulan Ramadhan. Kita bisa merasakan bagaimana kondisi peperangan pada saat itu. Cuaca yang panas di padang pasir mereka tetap harus berpuasa. Dan ternyata apa yang terjadi, mereka memenangkan peperangan.
Tidak perlu jauh-jauh ke Arab. Negara kita Indonesia pun lahir pada saat bulan Ramadahan. Mengapa tidak, Proklamasi yang merupakan jembatan emas untuk menjadi sebuah negara yang mandiri dilakukan pada bulan Ramadhan. Jadi secara simbolis Indonesia lahir pada saat bulan Ramadhan.
Jadi kurang apa kita. Dengan segudang dalil dan sejarah yang kita ketahui seharusnya dapat meyakinkan kita untuk tetap produktif di bulan puasa. Ramadhan bukanlah suatu alasan untuk kita bermalas-malasan. Justru dengan iming-iming tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah, akan semakin menambah semangat kita untuk beraktifitas..
Belum ada dalam sejarah manusia, seorang yang pasif mereka akan berhasil. Manusia dituntut untuk selalu dinamis. Inilah salah satu dari banyak hikmah di bulan Ramadhan yang mengajarkan pentingnya seseorang tiu bergerak. Pergerakan adalah kunci keberhasilan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar